Foto-foto Wisata dan Ziarah ke Goa Maria Lawangsih dan Pantai Trisik










Pantai Trisik
Goa Maria Lawangsih memang sebuah goa maria yang sangat asri dan alami, itu yang saya rasakan saat pertama kali datang kesana, ya dalam rangka liburan bersama keluarga jalan-jalan ke goa maria lawangsih dan pantai trisik untuk mencari ikan hasil tangkapan laut. Suasana dalam perjalanan ke goa maria lawangsih tak jauh berbeda dari desa saya, bisa di kata " mosok wong ndeso wisatane nang ndeso.. :) " masa orang desa berwisata ke desa, tetapi bagi saya bukan wisata atau tempatnya yang berada di pedesaan atau tepatnya di puncak gunung tetapi lebih dari sekedar bisa berdoa disana menikmati pemandangan dan udara yang asri apa lagi sambil berdoa di dalam goa alami. Pertama kali saya pikir dekat tempatnya, lha kok ternyata lumayan jauh dan sangat menanjak belum nanti perjalanan ke pantai trisik masih butuh berapa jam lag? pikir saya. Perjalanan di lanjutkan ke pantai trisik yang hanya bermodal gps dari smartphone karena ketinggalan jauh di karenakan ban bocor setelah bertanya-tanya dan mengikuti arah gps ternyata sampai kebetulan apas ada dangdut jd sambil makan, sambil denger dandut yang penyayinya real good...hehehehe
Pas pukul empat karena hari semakin sore dan saya harus berpisah dari keluarga, akhirnya saya memutuskan untuk langsung cabut ke terminal jogja yang nantinya akan langsung kembali ke surabaya. Itulah sekilas perjalanan kemarin, untuk Goa Maria Lawangsih menurut cerita pada awal tahun 1990-an, Gua Lawa sempat dijadikan tempat doa Jalan Salib oleh Mudika Stasi Pelemdukuh. Namun selanjutnya tidak ada perkembangan berarti. Baru setelah tanah dihibahkan, inisiatif pengembangan tempat doa dimulai.
Mulanya Rama Slamet hanya ingin menjadikan tempat yang “dianggap keramat” oleh penduduk sekitar, menjadi tempat yang nyaman bagi umat untuk berdoa. Kerja keras umat di sana pun dimulai. Hampir satu tahun lamanya, Gua Lawa dibenahi tanpa bantuan alat-alat modern. Pintu masuk yang semula kecil diperbesar dengan membongkar batuan sebesar ±8m3. Untunglah ada sumbangan dari umat di Jakarta, sehingga pembangunan bisa berjalan lancar. “Tadinya mulut gua itu hanya kecil, paling hanya semeter, tapi kemudian dibongkar agar lebih luas,” jelas Pak Totok.
Hingga akhirnya pada bulan Mei 2009, untuk pertama kalinya Gua Lawa dipakai menjadi tempat Ekaristi penutupan Bulan Maria, dengan tempat dan peralatan seadanya. Baru pada tanggal 01 Oktober 2009, tempat peziarahan ini dibuka untuk umum dan diresmikan oleh Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr. Banyak umat bersama Rama Slamet tirakatan ketika itu, lèk-lèkan selama tiga hari berturut-turut. Nama Lawa tetap dipertahankan sebagai prasasti dan diubah sedikit menjadi Lawangsih. Dari cerita mulut ke mulut, akhirnya tempat ziarah ini mulai dikenal orang dari luar kota, bahkan beberapa kali tercatat dalam buku tamu pengunjung dari luar negeri datang berziarah.
Sebetulnya gua ini cukup besar. Di belakang patung Maria, terdapat lorong gua yang sangat panjang, dalam, dan indah dengan stalagtit dan stalagmit yang memesona. Di situ juga mengalir sumber air yang jernih dan sejuk. Namun sampai tulisan ini diturunkan, yang dibuka masih bagian depan dan samping dalam gua (tempat patung Yesus dan ruang doa).
“Sebetulnya di belakang patung itu masih panjang dan indah sekali. Tapi kalau mau masuk harus merangkak. Besok kalau bisa akan dikembangkan sehingga patungnya bisa diletakkan di dalam,” kata Rama Slamet sambil menunjukkan jalan masuk ke bagian dalam gua. Sekitar 300 meter setelah pintu gua, dinding menyempit. Padahal didalamnya terdapat tempat yang luas dan pemandangan yang sangat indah. Untuk membuka akses perlu alat modern.
Kalau Anda ingin suasana yang lain, Pak Totok memberikan tipsnya. “Kalau malam lebih bagus, Mas. Cahaya bulan dan lampu bisa masuk melalui lubang-lubang di gua, jadi terlihat lebih indah,” papar Pak Totok setengah promosi. Tapi mau menginap di mana? “Bisa menginap di gereja atau di rumah milik Suster,” jawab Pak Totok. “Gereja kami juga tak kalah indah, arsiteknya Rama Mangun,” lanjut Pak Totok.
Pengiloning Leres, Cikal Bakal Lawangsih
Menuruti saran Pak Totok, kami mampir juga ke gereja tersebut, yang jaraknya cuma beberapa ratus meter dari gua. Arsitekturnya memang unik, bagian samping gereja ditutupi oleh tebing batu kapur alami. Informasi yang kami dapat, Rama Mangun pernah mereka-reka arsitektur gereja ini, tapi entah mengapa tidak diteruskan oleh Rama Mangun.
Di atas gereja ada bukit kecil. Di sana terdapat patung Kristus Raja Semesta Alam setinggi 3 meter karya Rama A. Tri Wahyono Pr. Di lihat dari bawah, bukit tersebut terlihat seperti bahtera dengan Yesus sebagai nahkodanya. Ada semacam rumah kecil di pojok tempat kita bisa beristirahat atau meneruskan ibadat.
Di belakang patung Kristus, ada gua alam kecil, Gua Maria Pengiloning Leres (Cermin Kebijaksanaan). Inilah cikal bakal Gua Maria Lawangsih. Menurut cerita warga di sana, bukit di Gua Pengiloning Leres ini adalah kandang Kuda Sembrani (Jawa: gedogan) karena di bagian bawah bukit yang bernama “benjaran” yang berarti tempat minum kuda. Konon, banyak orang mendengar suara gaduh hampir setiap malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Namun karena tempatnya agak terpencil, jalan naik turun, dan berada di tikungan, banyak orang melewatkan Gua Maria Pengiloning Leres. Padahal pemandangan dari Gua Maria Pengiloning Leres sangat indah karena letaknya tinggi. Belum lagi gerejanya yang unik dan dindingnya dihiasi dengan berbagai lukisan.
Hubungi Saya Kalau ke Lawangsih
Nah, setelah semua yang kami sampaikan, apa masih kurang? Dengan sekali jalan Anda bisa ziarah dan mungkin sekalian berwisata ke Waduk Sermo. Masih ingin tanya-tanya atau cari informasi misa? Silakan kunjungi situs guamarialawangsihnanggulan.blogspot.com, kirim surel ke guamarialawangsih.nanggulan@gmail.com, atau cari di facebook dengan alamat surel tersebut.
Anda juga bisa menghubungi Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr. di Pastoran SPM Tak Bernoda Nanggulan dengan alamat Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulon Progo, kode pos 55671, telepon 0857 4371 7676. Seperti kata Rama Slamet ketika kami akan pulang, “besok kalau ke sini lagi hubungi saya ya!”. Selamat menikmati eksotisme Gua Maria Lawangsih.

Itulah sekelumit cerita yang bisa saya bagikan, nantikan cerita selanjutnya..  :)

Comments