Bangunan dan Tradisi Kuno Gereja Katolik Bebas St. Bonifacius Surabaya (1923)

Ada hal menarik yang belum saya ketahui sebelumnya selama di surabaya ini, Adalah sebuah agama katolik tetapi bukan katolik pada umumnya, namanya katolik bebas. Setelah saya cari-cari informasi, ternyata banunan gerejanya tepat di belakang taman bungkul. Karena perut belum di kasih makan saya sempatkan dulu singgah di warung persis di sebelahnya gereja. Tadinya saya terfikir bahwa bangunan Gereja tersebut sudah tak terpakai lagi, sebab begitu kelihatan tua dan tak terawat. Saya iseng2 bertanya kepada pemilik warung tersebut ternyata masih di gunakan untuk misa, saya pun di persilahkan untuk mengikutinya kalau mau, kebetulan sekali saya juga penasaran dengan bagian dalamnya. Bentuknya unik, khas gereja Katolik dengan 2 bagian depannya melancip seperti bentuk segitiga sama sisi. Begitu juga atapnya membentuk segitiga tapi dengan versi lebih besar seperti sebuah dome yang lancip di atas dan memanjang ke belakang. Pintunya terbuat dari kayu berwarna hitam dan besar dengan bentuk mengikuti bentuk depan yang kuncup, persis seperti sebuah pintu gerbang yang ada di kastil-kastil kuno di eropa. Membuat kesan yang berbeda dari bangunan gereja tersebut.

Saya bertemu juga dengan Pak Herry, beliaulah yang menjaga gereja tersebut. Pak Herry berujar bahwa memang gereja ini sudah tua adanya, seperti yang tertera di prasasti berbahan marmer yang tertempel di tembok samping belakang gereja, bangunan ini selesai di bangun pada tahun 1923, oleh seorang Belanda. Ya seorang Belanda yang tidak di ketahui namanya, karena pada waktu itu memang Indonesia masih dalam jajahan Belanda. Sejurus kemudian pak Herry dengan ramahnya mempersilahkan saya masuk ke dalam bangunan Gereja. “Lantas kenapa didepan namanya Gereja Katolik Bebas?”. Tanya saya spontan pada beliau. Maka dijelaskannya satu persatu hal ihwal Gereja Katolik Bebas ini. Bahwa Katolik Bebas adalah sebuah aliran dalam agama Katolik yang tidak mengakui atau meng-imam kepada Vatikan di Roma. Sebagaimana Gereja Orthodoks di Rusia maupun di Timur Tengah. Mereka sama-sama memiliki kepercayaan yang sama tentang Yesus dan para Rasul pembawa berita. Hanya saja, 2 hal yang membedakan mereka dari Katolik Roma, yaitu mereka tidak ber-imam pada Vatikan dan para pendeta Gereja Katolik Bebas “bebas” untuk menikah. Saya jadi paham kenapa namanya “Bebas” karena dari segi liturgi juga berbeda dengan katolik roma.

Screenshot yang saya ambil sewaktu mengikuti misa di dalamnya.


Di Indonesia hanya ada 4 Gereja Katolik Bebas, yaitu di Surabaya, Semarang, Depok dan Bandung. Namun hanya di Surabaya dan di Depok saja yang masih aktif di gunakan oleh jemaatnya. Jadi dapat di bilang bahwa jemaat Gereja yang berpusat di Australia ini sangat terbatas pengikutnya di Indonesia. Pun di gereja yang sekarang saya berdiri ini juga sudah berkurang jemaatnya, dimana dulu ada 3 kali pelayanan ibadah minggu, sekarang hanya sekali saja yang tadi baru selesai sekitar jam 11.00 pagi. “Hal ini lantaran para jemaat, terutama yang masih muda sudah beralih ke Gereja yang lebih modern” terang pak Herry. Nah tentang begitu terbatasnya jemaat gereja tersebut, pak Herry menuturkan mungkin karena Indonesia keburu merdeka, maka penyebaran ajaran Katolik Bebas tidak bisa sebanyak yang di harapkan, bahkan mungkin juga para pengikutnya yang sekarang ini adalah keturunan orang-orang Katolik Bebas yang dulu sehingga sangat terbatas dan menjadi sangat minoritas adanya.

Kondisi di dalam gereja sangatlah sejuk, dan terasa sangat luas sekali dengan kursi panjang jemaat khas gereja berjajar 2 dan berbaris banyak ke belakang. Di altar utama dapat kita lihat berbagai ornamen ritual keagamaan dengan pusatnya di tengah berupa Salib berukuran besar, namun tanpa patung Yesus seperti di salib-salib orang Katolik pada umumnya. Kemudian sebelah kanan altar tampak patung Yesus berwarna putih mengahadap ke kursi jemaat. Pun di belakang sendiri sebelah kanan berdiri patung Bunda Maria dengan anggunnya yang juga berwarna putih. Diatas dari berbagai sisi gereja, di hias kaca patri bergambar macam-macam kisah Yesus berwarna-warni yang menambah keindahan dan keanggunan Gereja itu sendiri.

Tak lama berselang pak Herry mengantar saya ke bagian depan Gereja menuju pintu keluar yang di batasi sebuah dinding dengan lubang pintu terbuka di tengahnya, kami menuju ruang sebelah kanan gereja bagian depan. Disitu terlihat seperti ruang tamu dengan kursi – kursi tuanya dan menempel berbagai lukisan di dinding diantaranya lukisan Yesus bersama para muridnya dalam perjamuan terakhir. Bersebelahan dengan pintu samping depan Gereja tertempel 2 buah foto yang menampilkan gambar banyak orang berpakaian ala pastur Orthodoks lengkap dengan tongkat masing-masing yang diantaranya berbentuk melengkung seperti tanda tanya di bagian atas. Foto yang atas bertuliskan tahun 1996 sedangkan yang bawah kalau tidak salah angka tahunnya 2005.

Saya pun meminta ijin Pak Herry untuk naik ke bagian atas lantai 2 Gereja melalui tangga yang berada di sebelah kiri depan bangunan. Sesampainya di atas tampak 2 buah piano atau organ tua. Menurutnya yang satu adalah piano tua yang berasal dari tahun 70-an sedangkan yang lebih kecil dari tahun 90-an. Dari lantai 2 tersebut tampak view ruang utama Gereja begitu megahnya, di tambah kaca Patri utama yang menempel di bagian tembok depan dan sangat terjangkau oleh tangan-tangan kami yang begitu penasarannya dengan karya seni kuno tersebut. Tampak bahwa warna-warni dan gambar yang ada pada kaca patri tersebut merupakan sebuah karya seni yang menggunakan tangan alias melukis manual dengan tangan. Memang ada sedikit bagian kaca patri yang berlubang, bagi saya itu sangat wajar mengingat usia bangunan tersebut yang lumayan tua, tidak mungkin masih bisa utuh sebagaimana bentuk semula, itupun hanya lubang-lubang kecil beberapa yang tidak mengganggu keindahan karya seni itu sendiri. Di kaca patri itu tergambar Bunda Maria sedang berdiri di tengah-tengah menghadap ke bawah, di mana seorang anak kecil juga sedang berdiri tersenyum yang menurut saya mungkin itu adalah gambaran Yesus kecil dengan background salib di belakangnya. Sedangkan di kiri kanan terdapat 2 orang lelaki dengan pakaian khas jaman Yesus sambil menengadahkan tangan ke arah Bunda Maria yang ada di tengah-tengah seperti sedang berdoa.


Gereja Katolik Bebas atau GKB memang bukan GKR, Gereja Katolik Roma. Uskup dan pendetanya boleh menikah. Itu beda yang pertama. Yang lebih mendasar, dalam soal dasar ajaran, Katolik yang bebas ini mempercayai hukum evolusi. Juga hukum karma dan reinkarnasi. Memang, orang bisa tinggal di surga. Tapi hanya sementara. Seperti dituturkan pausnya  di Jakarta, masa kediaman di surga itu hanya 1.000 tahun -- lama juga, memang. Setelah itu manusia akan lahir kembali ke dunia, sebagai bayi. Kalau ia hidup baik, nanti ia akan berwujud lagi dalam lingkungan yang lebih sejahtera, punya kedudukan baik, dan seterusnya. Malah hukum seperti itu menyangkut semua ciptaan Tuhan. Binatang, misalnya, setelah beberapa kali mati akan bereinkarnasi menjadi lebih sempurna. Yaitu manusia. Karena itu GKB mengajar umatnya menyayangi para hewan -- dan sedapat mungkin tidak memakan dagingnya. "Jadi, jika dalam proses evolusi dan reinkarnasi ini manusia mencapai kesempurnaan, ia akan kembali ke asalnya, yaitu Allah," kata Uskup Setia Permana, seorang vegetarian sejak 1962. Malah sekte yang tersebar di 36 negara dengan 38 uskup itu juga tidak mengakui neraka. Yang dimaksud neraka adalah kehidupan serba hina dan sengsara di dunia. Memang, "ajaran GKB merupakan perpaduan Katolik Kuno dan Hindu," kata 'paus'. Lebih lagi dalam hal teologi penebusan Yesus. GKB, walau menerima simbol salib, tidak percaya Yesus mati disalib. Juga, seperti halnya kepercayaan oran Islam, "Yesus datang ke dunia bukan untuk menebus dosa manusia," kata Setia Pramana. Melainkan untuk membantu manusia agar bisa hidup lebih sempurna. "Jika dosa kita ditebus, betapa enaknya menjadi manusia," kata uskup yang yang juga kasir PT Riung Nusa Chemicals Surabaya dan berputra tiga orang itu. 

Katolik yang 'bebas' ini baru lahir tahun 1916, di Utrecht, Negeri Belanda. Sebermula adalah Pastor Arnold Harris Mathew dari Katolik Roma. Memberontak kepada Gerejanya, ia pindah dari Inggris ke Utrecht dan bergabung dengan James Angell Wegwood, anggota perkumpulan teosofi dari Gereja Katolik Kuno, GKK. Tapi Wegwood ini pula yang meminta Mathew -- yang ketika itu sudah menjadi uskup GKK -- agar penafsiran Bibel dilakukan secara bebas. Salah satu kuncinya ialah teologi kebangkitan, yang menyangkut baik kebangkitan Yesus dari kubur maupun kebangkitan seluruh insan kelak. "Orang yang sudah mati tidak mungkin bangkit atau hidup lagi," kata Uskup Setia Pramana di Surabaya. Tapi Mathew menolak -- malah balik lagi ke Katolik Roma. Sedang Wegwood jalan terus dengan Gerejanya yang baru dan kemudian menjadi uskup pertama. Entah karena persambungan dengan GKR itu, seluruh tata ibadat GKB diboyong dari yang Roma itu. Dalam misa suci, misalnya, imam membelakangi umat dan menghadap altar yang berkiblat ke timur, arah matahari yang menjadi sumber terang dan kekuatan. Ini yang dilakukan Katolik Roma sebelum periode 1960-an. Juga pendeta GKB dalam ibadat mengenakan pakaian seperti pada GKR. Bahkan pakaian uskupnya. Sedang tujuh sakramen yang ada dalam Gereja Roma van tidak diterima oleh sebagian sekte Kristen lain -- diterapkan pula. Malah mereka juga memasang patung Maria dan punya ibadat khusus untuk ibu Yesus ini. Tentu, sekte ini tak bisa diterima oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). "Kami tidak mengenal GKB. Dalam Katolik tidak ada sekte." Ini kata Dr. J. Riberu, kepala bagian dokumentasi dan penerangan majelis itu. GKB yang masuk ke Indonesia tahun 1919 itu juga dinyatakan tidak dikenal DGI. "Baru sekarang saya mendengarnya," kata S.A.E. Nababan dari dewan gereja Protestan itu. GKB sendiri, menurut Pramana, pernah mencoba bergabung dengan MAWI atau masuk bimbingan 

Direktorat Jenderal Bimas Katolik. "Tapi ditolak," kata sang uskup. Mengapa? "Dalam Katolik tidak dikenal adanya penyimpangan," kata V. Soekirman, Direktur Urusan Agama Katolik Departemen Agama. Tapi sekte yang bermarkas di London itu tetap menamakan diri Katolik. "Katolik artinya universal," kata Uskup Kruschstierna. Di segi lain sekte yang tidak mengakui paus ini mungkin tergolong kelompok yang kurang giat mencari umat. "Kami tidak memaksa dan mengiklankan diri," kata Von Kruschstierna, yang salah seorang anaknya memeluk agama Hindu dan tinggal di India. Karenanya, seperti diakui sang 'paus', perkembangan GKB hanya seperti jalan siput. Kurang lebih di seluruh dunia umatnya cuma sekitar 20.000 orang. Sedangkan di Indonesia hanya sekitar dua ratus dua puluh lima orang, tersebar di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang kalau di tahun 2014 ini mungkin hanya berapa orang karena banyak yang sudah berpindah ke gereja-gereja modern.

Tampak Depan


Mejeng dulu.. :)


Prasasti pendirian gereja
Ornamen-ornamen di samping gereja.



Buku misa


Ornamen Lampu Gantung

Bangunan gereja yang ada di bandung.
*dari berbagai sumber

Comments

  1. Menarik sekali!
    Sudah lama aku penasaran dengan Gereja Katolik Bebas. Yang dulu aku tau hanya tentang tidak mengakui Kepausan di Roma & pastornya boleh menikah.
    Baru tau mengenai perbedaan mendasar pada beberapa bagian Teologinya setelah membaca blog ini 😃😁

    Foto-fotonya bagus.

    Thanks for sharing!
    Berkah Dalem 💖

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas sharingnya. Di Jl Pemuda Jakarta Timur dulu juga ada Gereja Katolik Bebas dan sekarang sdh diambil alih Gereja Bethel kalau tidak salah. Penasaran bertahun2 terjawab di blog ini. Dank U Well Meneer !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima Kasih Sudah mampi, jangan lupa baca-baca artikel lainnya ya..

      Delete
    2. @jumar sudiyana
      yg dulu di jl pemuda jakarta suda dijual gedungnya, pindah di jl kamboja depok kak

      Delete
  3. Dulu pernah punya sekolah Katolik Bebas Santo Bonifacius, sekarang dimana ya...

    ReplyDelete

Post a Comment