JALUR PURBA SEMERU & JEJAK MASA LALU Episode 1

Artikel ini adalah artikel yang saya ambil dari facebook Wong Alas yang saya arsipkan di blog sebagai arsip saya dan sebagai motivasi saya. Hak cipta ada pada Wong Alas, silahkan tanyakan lebih lanjut jika ada pertanyaan. Terima Kasih


Masih sangat jelas dalam ingatan 40 Tahun lalu untuk pertama kalinya menempuh perjalanan panjang ke Semeru.
Berbekal sedikit info tentang desa Gubug Klakah, Ngadas, Ranu Pani dan Semeru, kami sama sekali tidak pernah kesana apalagi melintasinya.



Pada bulan Juni 1976. Kami bertiga yang waktu itu masih sangat muda melakukan perjalanan dari Surabaya berangkat ke Malanng, selanjutnya menuju ke Tumpang. Tujuan kami mau mendaki gunung Semeru.

Dari Tumpang waktu itu kalau mau ke Ranu Pani, selain naik truck pengangkut kentang, kubis, brambang/bawang merah hasil dari ladang penduduk disana, juga tersedia mobil Jep Wilys yang khusus mengantar penduduk atau pendaki yang mau ke Bromo & Ranu Pani.

Untuk menghemat biaya transport ke Ranu Pani, kalau naik atau nyarter Jep Wilys harus membayar penuh sesuai kapasitas muatan, maka kami bertiga akhirnya memutuskan menumpang sebuah truck yang kebetulan mau kedesa Gubug Klakah.
Sampai didesa Gubug Klakah hari sudah menjelang sore, dan untuk melanjutkan perjalanan ke Ranu pani tidaklah mungkin karena pasti kemalaman dijalan dan kami sama sekali belum tahu medannya.
Sore itu suasana sudah sangat sepi menyelimuti di ujung batas desa Gubug Klakah.
Disaat disaat kami bertiga duduk dipinggir jalan desa, salah seorang penduduk menghampiri dan menyapa kami, lalu mengobrol sebentar akhirnya kami dipersilahkan beristirahat dan menginap dirumahnya yang akhirnya saya tahu nama beliau bapak Siamin/pak Tugas.

Untuk pertama kalinya kami bertemu dengan bapak Tugas/pak Siamin beserta ibu. Begitu sederhana dan bersahaja tutur katanya lembut dan berwibaw, kami bertiga diberi tumpangan untuk bermalam dan hidangan makan. Sebelum tidur diharibaan malam kami mengobrol dengan beliau sambil ngopi yang dihidangkan oleh ibuSiamin.
Beliau/bapak Siamin bercerita panjang lebar tentang Semeru dan juga jalur watu pecah yang ada dibelakang rumahnya, tapi kami disarankan melewati jalur normal ke desa Ngadas, Jemplang, Bantengan dan Ranupani. Karena jalur Watu Pecah selain rawan dan tertutup karena bukan jalur pendakian ke Semeru.

Malam semakin larut kami dipersilahkan tidur diselimuti dingin malam, karena esok pagi akan melanjutkan perjalanan panjang.
Pagi sebelum matahari terbit dari ufuk timur, kami sudah terbangun karena udara dingin yang menggigilkan tubuh dan sudah tersedia tiga cangkir kopi dengan sepiring singkong yang masih panas tersedia dimeja dihidangkan ibu Siamin.
Sungguh tidak kusangka pagi2 sekali sebelum kami terbangun ibu Siamin sudah bangun dan menyediakan kopi panas dan singkong rebus yang masih hangat. Tak lama kemudian bapak Siamin keluar dan kami mengobrol kembali berempat.

Setelah sarapan bersama dengan bapak Tugas, dengan lauk pauk tahu tempe dan sayur sambal yang disediakan ibu, jam tujuh pagi kami pamit untuk mekanjutkan perjalanan ke desa Ranupani.
Dengan tatapan teduh dan lambaian tangan didepan rumah beliau berdua berpesan dan melepas kepergian kami bertiga yang pagi itu itu melanjutkan perjalanan... "hati2 kalian semoga selamat di perjalan dan kembali pulang"... jalan yang kami tempuh berbatu dan makadam kami lewati.





-----> Lanjut episode 2

Comments