JALUR PURBA SEMERU & JEJAK MASA LALU Episode 7

Pagi itu kulihat teman2 sudah memasak air untuk membuat kopi dan sarapan pagi, roti dan susu menjadi menu santapan kami.

Udara dipagi itu masih terasa dingin dan sejuk, kupandangkan tatapan mataku ke danau dan kearah pohon tumbang dimana semalam sosok wanita itu duduk disana.
Angin berhembus pelan dari lereng2 bukit menerpa padang sabana rumput dan ilalang, menggoyangkan dedaunan dan pohon cemara, memudarkan kabut tipis yang melayab basah.



Burung Belibis bermain dan berenang ketengah danau, sesekali hilang menyelam dan timbul kembali kepermukaan membuat alunan riak gelombang kecil jernihnya air dingin Ranu Kumbolo yang mengalun landai kepinggir danau.
Masih kuingat kejadian tadi malam sayup2 kudengar juga suara gonggongan dan lolongan anjing hutan yang menyayat, dan nun jauh disana lamat2 terdengar dentuman Jonggring Saloko yang menggelegar memuntahkan material dari kepundannya berupa pasir dan asap panas disertai gas beracun yang mematikan siapapun makluk hidup yang menghirupnya.

Terasa ngeri juga bila mengingat kejadian semalam.
Pagi itu sekitar jam delapan, kami bertiga bersiap-siap melanjutkan perjalanan setelah mengambil air secukupnya dari danau.
Kejadian semalam tak pernah kuceritakan kepada teman2 sampai kembali pulang karena aku kawatir bisa mempengaruhi mereka berdua.
Tanjakan bukit cinta/tanjakan cinta yang merupakan punggungan mengalur mengurung lembah Ranu Kumbolo, telah kami lalui dengan nafas ngos2an. Sampai diatas kami turuni hamparan Oro-oro Ombo yang saat itu merupakan ladang bunga Edelweis membentang rimbun saking lebatnya batangnya sampai melebihi tubuh kami.

Kami terobos dan menyibak jalur yang tertutup itu dengan tanahnya becek dan lembab sampai batas vegetasi "di Oro-oro Ombo ada jalur simpang empat kekiri dan kekanan. Bila kekiri menuju ke Ranu Pukis jalurnya tertutup melewati hutan lebat dan bila kekanan menuju gunung pangonan Cilik jalurnya merupakan punggungan dan melewati tebing terjal. Jalur simpang empat itu juga termasuk jalur purba"
Sampai batas vegetasi mulailah kami masuk hutan kembali, pohon dan semak belukar sangat rimbun jalur nyaris tertutup kami lalui dan kami harus orientasi.
Hutan Jalmo Moro Jalmo Mati kami lewati dan sesekali berhenti ketinggian 2600 m dpl, kami terus maju melangkah menerobos dan melibas hutan angker seakan tidak ada rasa takut sedikitpun dihati kami. Jalur yang nyaris tertutup dan kami mengandalkan bekas jejak2 lama yang samar karena tertutup lebatnya pepohonan dan semak belukar.
Jalur Jambangan yang diapit ditengah-tengahnya oleh dua gunung, antara gunung Jambangan & gunung Kepolo. Makin rapat dan lebat medan menanjak landai vegetasi hutan berupa pepohonan dan semak belukar rimbun menutup jarak pandang. Kami terus berjalan menerobos rimbunnya hutan Jambangan, ketinggian mencapai 2700 m dpl.


Selepas hutan Jambangan kami bertiga mulai masuk hutan Bajangan. Vegetasi hutan tidak serapat lagi jalur lintasan mulai berpasir lembut dan landai, kami berhenti sejenak untuk istirahat mengatur nafas yang tersengal dan menghirup dalam2 udara bersih dan segar untuk mengisi ruang kosong paru2 kami dengan oksigen murni hawa pegunungan.
Dari tempat kami berdiri dan beristirahat, nun jauh didepan sana nampak dengan jelas puncak Mahameru gunung tertinggi di Pulau Jawa yang mempunyai ketinggian 3676 m dpl, menjulang tinggi dengan angkuhnya seakan ingin menyambut kedatangan kami bertiga dan menelannya.

-------> Bersambung Episode VIII

Comments