JALUR PURBA SEMERU & JEJAK MASA LALU Episode 8

Dari jauh kami melihat dan mendengar ledakan keras dari kubah lava Jonggring Saloko yang memuntahkan awan panas dan asap beracun bergulung-gulung keangkasa ratusan meter tingginya bahkan mungkin ribuan meter, membentuk seperti sisik ular Naga raksasa atau jamur raksasa.



Hempasan asap itu terlihat begitu eksotick dikejauhan lama-lama pudar tersapu angin menjadi awan.
Meledak lagi hampir lima belas menit sekali seakan menggetarkan jiwa bahkan menyiutkan nyali kami bertiga ditempat kami berdiri beristirahat menyaksikan fenomena alam dari yang spektakuler itu.
Itulah Semeru gunung tertinggi di bumi Pulau Jawa, kokoh menjulang tinggi dengan angkernya dengan puncaknya Mahameru.
Setelah cukup istirahat dan memandang Mahameru dari jarak jauh meskipun lebih kurang tiga setengah kilometer jauhnya rasanya nampak dekat sekali dan jelas ditempat kami berpijak.



Kami kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalur pendakian, tak lama kemudian sampai dihamparan tanah lapang berpasir yang sangat luas ditumbuhi rumput kering hijau menguning dan diujung sana dibatas hutan keberadaan Kalimati menyambut kedatangan kami.
Kami beristirahat sebentar di vegetasi antara Kalimati dan batas hutan cemara.
Angin bertiup cukup kencang menghempas pohon dan daun cemara , berdesir dan bersiut bagai lagu simpony nyanyian alam dengan ritme yang tiada henti bersahut2an, lega rasanya telah sampai di Kalimati.
Namun perjuangan belum selesai
perjalanan masih berat karena kami harus menghadapi medan jalur tanjakan yang menghadang didepan sampai Arcapada.
Rasa lelah dan pegal dipunggung terasa nyeri karena beban berat carier yang kami panggul terasa makin berat rasanya di punggung.

Terseok kami melangkah jalur mendaki, setapak demi setapak naik jalur menanjak, hutan cemara dan tanaman perdu semak belukar kadang menyulitkan langkah kami.
Sesaat berhenti untuk mengatur nafas kemudian berjalan lagi, terasa nafas memburu sesak rasanya dada ini karena ketinggian yang kami capai sudah diatas tiga ribu lebih dan tubuh beradaptasi.
Bau dedaunan semak belukar yang kami terobos menyengat tajam makin menyesakkan nafas dan paru2, membuat kepala terasa pening dan pusing, suhu udara menipis karena ketinggian mencapai tiga ribu lebih mdpl.

Menjelang sore pada hari ke empat kami telah sampai di Arcapada.
Sore pada waktu itu angin berhembus cukup kencang, selter yang kami tempati untuk beristirahat cukup luas sekitar empat kali empat meter luasnya, ada brak seng ditempat itu untuk berlindung bila hujan dan embun malam.

Dikatakan brak seng karena atapnya terbuat dari seng yang bergelombang/seng kluntung yang ditata berjejer ujungnya diletakkan diatas gundukan tanah sebagai penopang, dan ujung yang lainnya ditopang tiang dari kayu hutan tingginya tidak lebih dari satu setengah meter beralaskan tanah menghadap kebawah jalur pendakian. Didekat areal tempat itu terdapat dua arca kembar yang tersembunyi pada tempatnya yang disebut Arcapada/Arcopodo/Recopodo.
Sampai sekarang kedua Arca kembar itu masih berada ditempatnya yang tersembunyi dan tidak terjamah. Hanya orang2 tertentu saja yang bisa melihat dan mencapai tempat kedua Arca kembar tersebut termasuk saya.
Salam rimba.....

-------> Bersambung Episode IX

Comments