Coba sob kalian baca berita ini, apa yang langsung muncul dalam benak kalian? Segitu teganya kah kita terhadap orang tua yang sudah bersusah payah membesarkan kita, hanya karena harta? sedangkan harga diri orang tua kita jatuhkan. Saya pun sangat tidak setuju jika hakim mengabulkan permohonannya, bayangkan jika kalian yg berada dalam pihak orang tua, sedangkan anak kalian menuntut 1 M pastinya sebagai orang tua akan merasa sakit sob hatinya...
Biar bagaimanapun beliau adalah orang yang paling berjasa bagi kita sob, seharusnya kitalah yang berusaha membahagiakannya untuk menikmati masa tuanya. Jadi hal seperti ini kita ambil hikmahnya sob buat kita sendiri.
Perseteruan Hj Fatimah (90), warga Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang yang digugat oleh anak kandung dan menantunya Rp 1 miliar ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang masih terus berlanjut.
Perseteruan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 2013, Nurhakim dan istrinya, melaporkan Fatimah ke Polres Metro Tangerang dengan tudingan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin.
"Laporannya masuk ke pengadilan perdata, dengan gugatan ganti rugi Rp 1 miliar. Selain ibu, tiga kakak saya juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah dan Marsamah. jika tidak bisa membayar, ibu akan diusir dari tanah itu. Kita seperti diperas, padahal ibu dan kakak saya sudah tinggal di sana dari tahun 1988," jelas Amas.
Perkara tersebut telah dua kali digelar di PN Tangerang. Untuk hari ini sidang digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat dan tergugat.
Kuasa Hukum Penggugat, M Singarimbun mengatakan bahwa, kliennya Nurhakim mengaku kalau dia memberikan sertifikat tanah kepada ayah mertuanya, Abdurahman, karena dijanjikan akan dibeli pada tahun 1987. Namun sampai mertuanya meninggal, dia tidak pernah mendapat bayaran atas penjualan tanah itu.
"Nurhakim sempat pindah ke Palangkaraya, Kalimantan, bersama Nurhana. Saat mengetahui mertuanya meninggal, dia pulang ke Tangerang untuk minta supaya tanah itu dibayar. Tapi pihak keluarga menolak karena merasa sudah membayar. Akhirnya dia meminta sertifikat tanahnya dikembalikan, tapi tidak diberikan juga. Karena itu dia layangkan gugatan ke pengadilan," jelasnya.
Menurut Singarimbun, kliennya tidak menggugat sebesar Rp 1 miliar. Hanya ganti rugi sebesar Rp 2 juta per meter luas lahan. Ganti rugi itu berdasarkan hitungan harga tanah saat ini. "Tidak sampai Rp 1 miliar, hanya sekitar Rp 800 jutaan," jelasnya.
Sebenarnya masalah tersebut telah dicoba agar diselesaikan secara kekeluargaan dengan beberapa kali mediasi. Namun pihak keluarga tergugat bersikeras tidak mau menyepakati permintaan Nurhakim.
"Harapan kami sih ingin diselesaikan baik-baik, tanahnya dibayar atau sertifikatnya dikembalikan saja. Tapi mereka tetap bersikukuh," tukasnya.
Selain menggugat Ibunya, Fatimah (90) secara perdata dengan gugatan Rp 1 miliar. Suami istri ini juga pernah mencoba menggugat Fatimah secara pidana. Nurhana dan suaminya melaporkan Fatimah ke polisi dengan tuduhan penyerobotan lahan.
"Sempat juga kami dibawa ke Polres Metro Tangerang buat dipidanakan, tapi ditolak sama polisi. Karena belum puas akhirnya dia ngaduin enyak (Fatimah) secara perdata," ungkap Rohimah, anak keenam Fatimah kepada merdeka.com, Rabu (24/9).
Menurut Rohimah, kakaknya Nurhana hanya ibu rumah tangga, sedangkan suaminya, Nurhakim adalah pensiunan sipir di Palangkaraya. "Pas pensiun 1997 dia ke sini sampai 2011 dia mulai gugat. Sampai akhirnya dia bawa pengacara dan kasusnya masuk ke pengadilan," ujar Rohimah.
Saat persidangan, saksi yang dihadirkan oleh Nurhakim dan Nurhana sama sekali tidak dikenalnya. Saksi tersebut, kata Rohimah juga bukan orang yang menyaksikan proses transaksi pembayaran jual beli tanah yang dilakukan ayahnya H. Abdurrahman dengan Nurhakim.
"Mereka yang jadi saksi di sidang kemarin semua tidak ada yang terlibat dalam proses penjualan tanah. Saat transaksi itu yang ada ya engkong (H. Abdurrahman), orang itu (Nurhakim) almarhum suami saya (A. Muso), sama kakak pertama saya Amin. Pas di Kejati, saksi yang dibawa enggak ada yang terlibat sumpah kita saja enggak kenal itu siapa," ujar Rohimah sambil menceritakan proses transaksi yang terjadi.
Dalam pengakuan Nurhakim saat sidang, Fatimah saat itu dipinjamkan tanah dan rumah yang dia tinggali saat ini. Sedangkan dia pergi ke Palangkaraya untuk bekerja sebagai seorang sipir di Lapas.
Sepeninggalan suami Rohimah yang berprofesi sebagai TNI berpangkat Sertu A. Muso, dia pun menggugat dan menuduh Fatimah telah mencuri sertifikat tanah yang dia simpan dan kunci di lemari kamarnya. "Kalau emang dia meminjamkan masa iya dia ngasih sertifikat. Bahkan dia nuduh kita nyolong sertifikat. Jahatnya lagi pas sidang dikatain 'dulu engkong kaya sekarang malah miskin' begitu. Dia ngaku kalau kita sudah nyuri sertifikat yang ada di lemari, orang jelas kita terima sertifikat saat transaksi sama engkong. Engkong bahkan dulu bayarnya 400 m2 padahal ukurannya cuma 397m2," ungkap Rohimah dengan emosi.
Biar bagaimanapun beliau adalah orang yang paling berjasa bagi kita sob, seharusnya kitalah yang berusaha membahagiakannya untuk menikmati masa tuanya. Jadi hal seperti ini kita ambil hikmahnya sob buat kita sendiri.
Comments
Post a Comment