Pastor Charles Patrick Edward Burrows OMI, akrab disapa Romo Carolus, menjalankan tugas perutusannya sebagai misionaris Oblate Maria Immaculata (OMI) di Paroki Santo Stefanus Cilacap, Jawa Tengah.
Sejak tinggal di paroki yang berada di wilayah Keuskupan Purwokerto, pada 1973, Romo Carolus merintis berbagai karya pastoral baik secara formal maupun informal. Salah satunya adalah penghijauan di Pulau Nusakambangan.
Rabu minggu ketiga setiap bulan, Romo Carolus mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan. Di sana, ia mempersembahkan Ekaristi di Lapas Super Maximun Security (SMS) Pasir Putih. Sebagian besar penghuni Lapas adalah narapidana kasus narkoba yang divonis mati.
“Terakhir, saya mempersembahkan Misa, ada 40 orang. Di antara mereka ada yang Katolik, ada yang Kristen. Mungkin tujuh sampai delapan orang divonis hukuman mati,” ungkap Romo Carolus.
Romo Carolus tidak setuju pada vonis mati. Karena, menurutnya, eksekusi mati dengan ditembak adalah penyiksaan.
“Saya menyaksikan dua orang yang dieksekusi. Selama delapan menit mereka belum mati,” katanya. Ia menilai, tidak sedikit terpidana mati yang menderita. “Orang menunggu hukuman mati bertahun-tahun adalah siksaan,” ujarnya prihatin.
Selain melayani Misa, Romo Carolus juga menghijaukan pulau yang terletak di sebelah selatan Kota Cilacap itu. Meski akses masuk ke tempat penampungan para penjahat kelas kakap dibatasi, kenyataannya hutan Nusakambangan rusak karena dijarah.
Mulanya, Romo Carolus mendengar pemerintah daerah setempat mempersilakan masyarakat menanam pohon albisia. Tetapi, Romo Carolus melihat, hanya mereka yang memiliki uang yang bisa membeli dan menanam pohon albisia. Karena itu, Romo Carolus memberikan bantuan dana untuk penanaman albisia kepada 50 keluarga miskin. Sempat juga muncul rencana dari Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM untuk menutup total Nusakambangan. Pendatang yang mereka sebut sebagai penghuni liar dilarang masuk.
Romo Carolus berangkat ke Semarang, bertemu Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM, dan minta agar program penghijauan di pulau seluas 22.000 hektar, panjang 14 km dan lebar 6 km itu, tetap memberdayakan masyarakat setempat.
“Fokus saya pada kemiskinan. Hutan akan aman kalau melibatkan masyarakat untuk memeliharanya. Mereka harus mendapatkan sesuatu,” kata Romo Carolus mengulang argumen yang disampaikannya kepada Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah saat itu. Dari pertemuan itu, Romo Carolus dipercaya menghijaukan kembali lahan Nusakambangan yang gundul.
Lewat yayasan yang dicetuskannya, Romo Carolus memberi bantuan ternak, seperti ayam, bebek, dan kambing kepada warga untuk belajar kemandirian. Di bidang pendidikan, ia memberi beasiswa kepada siswa berprestasi.
Ia juga menggerakkan rakyat miskin untuk melakukan reboisasi lahan gundul di Nusakambangan. Semangat toleransi begitu kental antara Romo Carolus dengan masyarakat setempat yang mayoritas Islam. Di antaranya melakukan musyawarah sebelum melakukan program kemandirian.
Dalam program Food for Work, masyarakat tidak diberi bantuan langsung tunai melainkan pengelolaan kemandirian ekonomi. Sehingga tercipta relasi harmonis antara pemberi bantuan dan penerima.
Dana tersebut ia peroleh dari lembaga swadaya masyarakat di luar negeri dan beberapa kedutaan besar. Seperti Irlandia, Jerman, Belanda, Australia, Amerika Serikat, dan Kanada. Untuk pembangunan jalan di desa-desa di Cilacap, YSBS memperoleh donor Rp 10 miliar. Menariknya, sekolah yang didirikan YSBS memberi materi pelajaran agama Islam kepada pelajar Muslim. Bahkan tidak sedikit siswi beragama Islam yang mengenakan jilbab di sekolah milik YSBS.
“Tidak ada keinginan saya untuk membaptis atau mengajak seorang pun masuk Katolik. Saya sendiri baru merasa 20 persen Katolik. Bagaimana bisa mengajak orang lain untuk masuk Katolik,” ujar pastor berusia 69 tahun itu.
Ketulusan Romo Carolus mengikis kecurigaan Front Pembela Islam (FPI) Cilacap. Bahkan ormas tersebut menerima dan mendukung kegiatannya. Mengenai toleransi ini, Romo Carolus mengatakan setiap orang bebas menentukan agama masing-masing, iman itu hadiah dari Tuhan. Ia dan beberapa ormas Islam membangun kerukunan antar-umat beragama supaya hidup berdampingan tanpa rasa saling curiga dan benci. Karena rasa curiga merupakan akar dari intoleransi.
Penghargaan Maarif Awards tidak membuat jiwa sosial Romo Carolus puas. Anak keempat dari lima bersaudara ini berujar masih banyak impian yang harus diwujudkan, yakni hukuman mati bagi narapidana di Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Menurut Romo Carolus yang sebulan sekali mengunjungi narapidana di Lapas Pasir Putih, sejatinya penjara bertujuan merehabilitasi, bukan menghukum.
Menghukum tidak serta membuat orang lebih baik, tetapi merehabilitasi akan menghiasi orang menjadi lebih baik.
“Romo Carolus sangat menyentuh kami. Ia sosok luar biasa,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) FPI Cilacap, Muhammad Suryo Haryanto, seperti tercantum dalam profil Romo Carolus di website Maarif Institute.
Rasa kemanusiaan itu pula yang membuat Ahmad Syafii Maarif memberikan penghargaan Maarif Awards kepada Romo Carolus dan Ahmad Bahrudin, menyisihkan 51 nama lainnya. “Jarang ditemukan orang seperti Romo Carolus.
Dimensi kemanusiaannya jauh lebih dalam. Seorang FPI saja hormat kepada dia,” tandas Buya Syafii Maarif saat memberi sambutan Maarif Award. Penghargaan Muslim untuk seorang pastor Katolik bak kado bagi Hari Lahir Pancasila, yang mengedepankan keberagaman di Indonesia.
Sumber : ucanews.com
Sejak tinggal di paroki yang berada di wilayah Keuskupan Purwokerto, pada 1973, Romo Carolus merintis berbagai karya pastoral baik secara formal maupun informal. Salah satunya adalah penghijauan di Pulau Nusakambangan.
Rabu minggu ketiga setiap bulan, Romo Carolus mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan. Di sana, ia mempersembahkan Ekaristi di Lapas Super Maximun Security (SMS) Pasir Putih. Sebagian besar penghuni Lapas adalah narapidana kasus narkoba yang divonis mati.
“Terakhir, saya mempersembahkan Misa, ada 40 orang. Di antara mereka ada yang Katolik, ada yang Kristen. Mungkin tujuh sampai delapan orang divonis hukuman mati,” ungkap Romo Carolus.
Romo Carolus tidak setuju pada vonis mati. Karena, menurutnya, eksekusi mati dengan ditembak adalah penyiksaan.
“Saya menyaksikan dua orang yang dieksekusi. Selama delapan menit mereka belum mati,” katanya. Ia menilai, tidak sedikit terpidana mati yang menderita. “Orang menunggu hukuman mati bertahun-tahun adalah siksaan,” ujarnya prihatin.
Selain melayani Misa, Romo Carolus juga menghijaukan pulau yang terletak di sebelah selatan Kota Cilacap itu. Meski akses masuk ke tempat penampungan para penjahat kelas kakap dibatasi, kenyataannya hutan Nusakambangan rusak karena dijarah.
Mulanya, Romo Carolus mendengar pemerintah daerah setempat mempersilakan masyarakat menanam pohon albisia. Tetapi, Romo Carolus melihat, hanya mereka yang memiliki uang yang bisa membeli dan menanam pohon albisia. Karena itu, Romo Carolus memberikan bantuan dana untuk penanaman albisia kepada 50 keluarga miskin. Sempat juga muncul rencana dari Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM untuk menutup total Nusakambangan. Pendatang yang mereka sebut sebagai penghuni liar dilarang masuk.
Romo Carolus berangkat ke Semarang, bertemu Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM, dan minta agar program penghijauan di pulau seluas 22.000 hektar, panjang 14 km dan lebar 6 km itu, tetap memberdayakan masyarakat setempat.
“Fokus saya pada kemiskinan. Hutan akan aman kalau melibatkan masyarakat untuk memeliharanya. Mereka harus mendapatkan sesuatu,” kata Romo Carolus mengulang argumen yang disampaikannya kepada Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah saat itu. Dari pertemuan itu, Romo Carolus dipercaya menghijaukan kembali lahan Nusakambangan yang gundul.
Lewat yayasan yang dicetuskannya, Romo Carolus memberi bantuan ternak, seperti ayam, bebek, dan kambing kepada warga untuk belajar kemandirian. Di bidang pendidikan, ia memberi beasiswa kepada siswa berprestasi.
Ia juga menggerakkan rakyat miskin untuk melakukan reboisasi lahan gundul di Nusakambangan. Semangat toleransi begitu kental antara Romo Carolus dengan masyarakat setempat yang mayoritas Islam. Di antaranya melakukan musyawarah sebelum melakukan program kemandirian.
Dalam program Food for Work, masyarakat tidak diberi bantuan langsung tunai melainkan pengelolaan kemandirian ekonomi. Sehingga tercipta relasi harmonis antara pemberi bantuan dan penerima.
Dana tersebut ia peroleh dari lembaga swadaya masyarakat di luar negeri dan beberapa kedutaan besar. Seperti Irlandia, Jerman, Belanda, Australia, Amerika Serikat, dan Kanada. Untuk pembangunan jalan di desa-desa di Cilacap, YSBS memperoleh donor Rp 10 miliar. Menariknya, sekolah yang didirikan YSBS memberi materi pelajaran agama Islam kepada pelajar Muslim. Bahkan tidak sedikit siswi beragama Islam yang mengenakan jilbab di sekolah milik YSBS.
“Tidak ada keinginan saya untuk membaptis atau mengajak seorang pun masuk Katolik. Saya sendiri baru merasa 20 persen Katolik. Bagaimana bisa mengajak orang lain untuk masuk Katolik,” ujar pastor berusia 69 tahun itu.
Ketulusan Romo Carolus mengikis kecurigaan Front Pembela Islam (FPI) Cilacap. Bahkan ormas tersebut menerima dan mendukung kegiatannya. Mengenai toleransi ini, Romo Carolus mengatakan setiap orang bebas menentukan agama masing-masing, iman itu hadiah dari Tuhan. Ia dan beberapa ormas Islam membangun kerukunan antar-umat beragama supaya hidup berdampingan tanpa rasa saling curiga dan benci. Karena rasa curiga merupakan akar dari intoleransi.
Penghargaan Maarif Awards tidak membuat jiwa sosial Romo Carolus puas. Anak keempat dari lima bersaudara ini berujar masih banyak impian yang harus diwujudkan, yakni hukuman mati bagi narapidana di Pulau Nusakambangan, Cilacap.
Menurut Romo Carolus yang sebulan sekali mengunjungi narapidana di Lapas Pasir Putih, sejatinya penjara bertujuan merehabilitasi, bukan menghukum.
Menghukum tidak serta membuat orang lebih baik, tetapi merehabilitasi akan menghiasi orang menjadi lebih baik.
“Romo Carolus sangat menyentuh kami. Ia sosok luar biasa,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) FPI Cilacap, Muhammad Suryo Haryanto, seperti tercantum dalam profil Romo Carolus di website Maarif Institute.
Rasa kemanusiaan itu pula yang membuat Ahmad Syafii Maarif memberikan penghargaan Maarif Awards kepada Romo Carolus dan Ahmad Bahrudin, menyisihkan 51 nama lainnya. “Jarang ditemukan orang seperti Romo Carolus.
Dimensi kemanusiaannya jauh lebih dalam. Seorang FPI saja hormat kepada dia,” tandas Buya Syafii Maarif saat memberi sambutan Maarif Award. Penghargaan Muslim untuk seorang pastor Katolik bak kado bagi Hari Lahir Pancasila, yang mengedepankan keberagaman di Indonesia.
Sumber : ucanews.com
Comments
Post a Comment