BADAI PASIR
Tengah malam suasana sunyi kembali kurang lebih jam satu kubangunkan teman2 dari tidurnya dan bersiap-siap melakukan pendakian.
Udara dingin menusuk menggigilkan tubuh dan telapak tangan rasanya membeku.
Setelah memasak air membikin teh panas yang kubuat untuk teman2 sekedar menghangatkan tubuh kami yang kedinginan, selanjutnya kami bersiap-siap melakukan pendakian.
Dengan senter masing2 ditangan, kami bertiga mulai merambah hutan cemara dan merayap dipunggungan berpasir keras.
Kami merayap saling menjaga jarak dan beriringan memperhatikan jalur tanjakan mendaki masing2.
Sesekali berhenti dan melanjutkan mendaki lagi.
Remang-remang dikegelapan malam kulihat pohon cemara tunggal sebagai patokan jalur pendakian. Pohon yang besar tinggi dan menjulang, batangnya kokoh tak tergoyahkan walau ribuan kali dihempas angin badai Semeru yang ganas tetap tertanam ditempatnya.
Kami terus mendaki dengan nafas tersengal-sengal beberapa kali melangkah lalu berhenti lagi dan seterusnya.
Kontur punggungan yang berceruk kami lewati dengan pasti dan tak mengenal lelah. Cemoro tunggal yang berdiri kokoh disebelah kiri jalur telah kami lalui..., inilah pohon cemara satu2nya yang bertahan hidup dan berdiri kokoh ditempatnya menjulang tinggi di medan tanjakan berpasir keras Semeru. Melihat ukurannya saja sebesar itu mungkin umurnya sudah puluhan bahkan mungkin ratusan tahun.
Batangnya yang besar dan kokoh tertanam dalam di tanah pasir keras tak bergeming sedikitpun walau diterjang angin setiap waktu.
Sempat kami istirahat sebentar untuk melihat dari dekat pohon cemara tunggal itu sebelum melanjutkan pendakian kembali.
Menjelang pagi sebelum matahari terbit, sampailah pendakian kami diatas atap Pulau Jawa itu.
Dataran puncak Mahameru luasnya bagai lapangan bola itu dengan kemiringan landai dan berpasir lembut. Batu2 berserakan disana-sini membongkah, bersamaan kami menginjakkan kaki dihamparan pasir luas, ledakan pertama menyambut kedatangan kami.
Terasa sekali ledakannya sampai menggoncangkan dan menggetarkan puncak Mahameru.
Asap membumbung tinggi keangkasa berpendar-pendar membentuk seperti jamur raksasa, tingginya mungkin ratusan bahkan ribuan meter ke angkasa.
Spektakuler.... dan takjub kami bertiga memandang asap tebal yang membumbung tinggi bergulung-gulung ke udara itu.
Sungguh sangat luar biasa menyaksikan fenomena alam itu, karena ledakan dan asap tebal yang di hasilkan Jonggring Saloko.
Bersamaan dengan ledakan dan asap tebal yang membumbung tinggi, seberkas sinar mentahari pagi telah terbit dari ufuk timur, sedikit demi sedikit sinarnya menerangi lereng2 bukit, lembah dan hutan Semeru, nampak samar2 rumah penduduk nun jauh dibawah sana, garis pantai nampak mengalur membatasi antara dataran dan lautan membiru di pantai selatan.
Rasa syukur kami ucapkan walau dalam hati karena pagi itu pada bulan Juni 1976 kami telah berhasil mencapai puncak Mahameru dalam pendakian yang pertamakali.
Salam Rimba......
--------> Bersambung Episode XII
Tengah malam suasana sunyi kembali kurang lebih jam satu kubangunkan teman2 dari tidurnya dan bersiap-siap melakukan pendakian.
Udara dingin menusuk menggigilkan tubuh dan telapak tangan rasanya membeku.
Setelah memasak air membikin teh panas yang kubuat untuk teman2 sekedar menghangatkan tubuh kami yang kedinginan, selanjutnya kami bersiap-siap melakukan pendakian.
Dengan senter masing2 ditangan, kami bertiga mulai merambah hutan cemara dan merayap dipunggungan berpasir keras.
Kami merayap saling menjaga jarak dan beriringan memperhatikan jalur tanjakan mendaki masing2.
Sesekali berhenti dan melanjutkan mendaki lagi.
Remang-remang dikegelapan malam kulihat pohon cemara tunggal sebagai patokan jalur pendakian. Pohon yang besar tinggi dan menjulang, batangnya kokoh tak tergoyahkan walau ribuan kali dihempas angin badai Semeru yang ganas tetap tertanam ditempatnya.
Kami terus mendaki dengan nafas tersengal-sengal beberapa kali melangkah lalu berhenti lagi dan seterusnya.
Kontur punggungan yang berceruk kami lewati dengan pasti dan tak mengenal lelah. Cemoro tunggal yang berdiri kokoh disebelah kiri jalur telah kami lalui..., inilah pohon cemara satu2nya yang bertahan hidup dan berdiri kokoh ditempatnya menjulang tinggi di medan tanjakan berpasir keras Semeru. Melihat ukurannya saja sebesar itu mungkin umurnya sudah puluhan bahkan mungkin ratusan tahun.
Batangnya yang besar dan kokoh tertanam dalam di tanah pasir keras tak bergeming sedikitpun walau diterjang angin setiap waktu.
Sempat kami istirahat sebentar untuk melihat dari dekat pohon cemara tunggal itu sebelum melanjutkan pendakian kembali.
Menjelang pagi sebelum matahari terbit, sampailah pendakian kami diatas atap Pulau Jawa itu.
Dataran puncak Mahameru luasnya bagai lapangan bola itu dengan kemiringan landai dan berpasir lembut. Batu2 berserakan disana-sini membongkah, bersamaan kami menginjakkan kaki dihamparan pasir luas, ledakan pertama menyambut kedatangan kami.
Terasa sekali ledakannya sampai menggoncangkan dan menggetarkan puncak Mahameru.
Asap membumbung tinggi keangkasa berpendar-pendar membentuk seperti jamur raksasa, tingginya mungkin ratusan bahkan ribuan meter ke angkasa.
Spektakuler.... dan takjub kami bertiga memandang asap tebal yang membumbung tinggi bergulung-gulung ke udara itu.
Sungguh sangat luar biasa menyaksikan fenomena alam itu, karena ledakan dan asap tebal yang di hasilkan Jonggring Saloko.
Bersamaan dengan ledakan dan asap tebal yang membumbung tinggi, seberkas sinar mentahari pagi telah terbit dari ufuk timur, sedikit demi sedikit sinarnya menerangi lereng2 bukit, lembah dan hutan Semeru, nampak samar2 rumah penduduk nun jauh dibawah sana, garis pantai nampak mengalur membatasi antara dataran dan lautan membiru di pantai selatan.
Rasa syukur kami ucapkan walau dalam hati karena pagi itu pada bulan Juni 1976 kami telah berhasil mencapai puncak Mahameru dalam pendakian yang pertamakali.
Salam Rimba......
--------> Bersambung Episode XII
Comments
Post a Comment