Senja temaram hari mulai gelap merayap digantikan malam, makan malam kami merebus kentang sebagai menu makan dan roti, minumnya kami membuat susu dan kopi untuk penghangat badan.
Angin masih terus berhembus semakin kencang tanpa henti menerpa pohon cemara, dedaunan dan semak belukar menimbulkan bunyian suara siutan berkepanjangan. Dinginnya udara dikaki gunung rasanya membuat tubuh membeku, kami bertiga berlindung dibawah brak seng yang sudah usang.
Malam semakin merayap, dinginnya udara serasa menusuk sampai ketulang, telapak tangan dan jemari rasanya membeku tak terasa untuk memegang.
Cuaca terang bintang berkedip dilangit kelam, bulan nampak separo menerangi jagad mayapada dan sesekali tertutup awan.
Gelap gulita menyebar menyelimuti hutan larangan, angker penuh mistery karena jarang terjamah oleh datangnya manusia.
Dikaki gunung yang menjulang tinggi suasana sunyi senyap angin berhenti berhembus, ranting dahan cemara dan dedaunan pohon merunduk diam tak bergerak, keheningan itu serasa mencekam bulu kuduk melingkupi Arcapada.
Satu-satunya binatang yang kami lihat dan kami temui disaat itu ialah se'ekor tikus putih cukup besar dan gemuk berseliweran diantara kami yang berlindung di brak seng. Mungkin tikus itu sedang mencari makan atas kehadiran kami bertiga.
Dikeheningan malam mencekam itu sesekali terdengar jelas dentuman keras Jonggring Saloko menggelegar di puncak gunung, atap dari Pulau Jawa itu sampai menggetarkan sanubari kami, lalu sunyi kembali.
Kulihat kesamping kedua teman sudah merebahkan tubuhnya dan tertidur nyenyak merenda malam, mungkin mereka mengantuk dan kecapekan karena seharian menerobos hutan belukar dan jalur menanjak, sesekali bergerak karena terusik dinginnya udara malam yang semakin kelam, sedangkan aku masih terjaga sendirian.
Entah... kenapa aku sendiri tidak bisa tidur, padahal badanku juga lelah mengantuk dan pegal2 diseluruh sendi tulang dan tubuhku. Untuk mengurangi rasa jenuh sendirian terjaga kuraih dan kunyalakan lagi kompor parafin yang tadi buat merebus kentang, lalu memasak air dan membuat susu panas sekedar untuk menghangatkan tubuh yang terasa dingin menggigil dan lelah ini.
Dalam kesendirian itu fikiranku menerawang kembali teringat akan pesan ibu (alhum) sebelum aku berangkat mendaki ke Semeru.
"Jagalah dirimu dan hati2lah dalam perjalananmu apapun yang terjadi disana nanti, kamu harus kembali pulang kerumah dengan selamat' jangan tidur sore dan kamu akan tahu nanti apa yang kamu lihat"
Sungguh saat saya menulis ini mataku tak terasa berkaca2 dan menitik air mataku bila mengenang dan mengingat pesan beliau (alhum) dahulu ketika pertamakali pamit mau mendaki ke Semeru.
Dan pesan itu sampai kini masih selalu kuingat dengan jelas setiap aku mendaki gunung dan menjelajahi hutan rimba.
Dalam keheningan malam mencekam itu tiba kudengar sayup2 suara gending jawa/tabuhan jawa mengalun pelan dan merdu, kadang terdengar nyaring terkadang pelan sekali.
Aku jadi heran.... mengapa dikaki gunung yang sunyi dan sepi ini yang sangat jauh sekali dari perkampungan penduduk itu terdengar terdengar gending jawa yang tak asing di telingaku.....'
Apakah gending yang mengalun itu dari perkampungan penduduk yang punya hajad dan suaranya terbawa angin hingga terdengar sampai disini...' tak mungkin batinku' karena saat itu tiada hembusan angin sedikitpun dikaki gunung ini.
Lamat2 kuperhatikan gending itu semakin lama terdengar nyaring dan jelas ditelingaku, ternyata datangnya dari bawah antara hutan Bajangan dan Kalimati.
Dan diantara suara gending jawa yang mengalun itu lalu senyap kembali sunyi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh derap langkah dan suara geremengan suara orang yang datangnya dari arah bawah jalur pendakian mengarah keatas dan makin lama semakin mendekat kearahku yang duduk bersila dibawah brak seng.
Salam rimba......
-------> Bersambung Episode X
Angin masih terus berhembus semakin kencang tanpa henti menerpa pohon cemara, dedaunan dan semak belukar menimbulkan bunyian suara siutan berkepanjangan. Dinginnya udara dikaki gunung rasanya membuat tubuh membeku, kami bertiga berlindung dibawah brak seng yang sudah usang.
Malam semakin merayap, dinginnya udara serasa menusuk sampai ketulang, telapak tangan dan jemari rasanya membeku tak terasa untuk memegang.
Cuaca terang bintang berkedip dilangit kelam, bulan nampak separo menerangi jagad mayapada dan sesekali tertutup awan.
Gelap gulita menyebar menyelimuti hutan larangan, angker penuh mistery karena jarang terjamah oleh datangnya manusia.
Dikaki gunung yang menjulang tinggi suasana sunyi senyap angin berhenti berhembus, ranting dahan cemara dan dedaunan pohon merunduk diam tak bergerak, keheningan itu serasa mencekam bulu kuduk melingkupi Arcapada.
Satu-satunya binatang yang kami lihat dan kami temui disaat itu ialah se'ekor tikus putih cukup besar dan gemuk berseliweran diantara kami yang berlindung di brak seng. Mungkin tikus itu sedang mencari makan atas kehadiran kami bertiga.
Dikeheningan malam mencekam itu sesekali terdengar jelas dentuman keras Jonggring Saloko menggelegar di puncak gunung, atap dari Pulau Jawa itu sampai menggetarkan sanubari kami, lalu sunyi kembali.
Kulihat kesamping kedua teman sudah merebahkan tubuhnya dan tertidur nyenyak merenda malam, mungkin mereka mengantuk dan kecapekan karena seharian menerobos hutan belukar dan jalur menanjak, sesekali bergerak karena terusik dinginnya udara malam yang semakin kelam, sedangkan aku masih terjaga sendirian.
Entah... kenapa aku sendiri tidak bisa tidur, padahal badanku juga lelah mengantuk dan pegal2 diseluruh sendi tulang dan tubuhku. Untuk mengurangi rasa jenuh sendirian terjaga kuraih dan kunyalakan lagi kompor parafin yang tadi buat merebus kentang, lalu memasak air dan membuat susu panas sekedar untuk menghangatkan tubuh yang terasa dingin menggigil dan lelah ini.
Dalam kesendirian itu fikiranku menerawang kembali teringat akan pesan ibu (alhum) sebelum aku berangkat mendaki ke Semeru.
"Jagalah dirimu dan hati2lah dalam perjalananmu apapun yang terjadi disana nanti, kamu harus kembali pulang kerumah dengan selamat' jangan tidur sore dan kamu akan tahu nanti apa yang kamu lihat"
Sungguh saat saya menulis ini mataku tak terasa berkaca2 dan menitik air mataku bila mengenang dan mengingat pesan beliau (alhum) dahulu ketika pertamakali pamit mau mendaki ke Semeru.
Dan pesan itu sampai kini masih selalu kuingat dengan jelas setiap aku mendaki gunung dan menjelajahi hutan rimba.
Dalam keheningan malam mencekam itu tiba kudengar sayup2 suara gending jawa/tabuhan jawa mengalun pelan dan merdu, kadang terdengar nyaring terkadang pelan sekali.
Aku jadi heran.... mengapa dikaki gunung yang sunyi dan sepi ini yang sangat jauh sekali dari perkampungan penduduk itu terdengar terdengar gending jawa yang tak asing di telingaku.....'
Apakah gending yang mengalun itu dari perkampungan penduduk yang punya hajad dan suaranya terbawa angin hingga terdengar sampai disini...' tak mungkin batinku' karena saat itu tiada hembusan angin sedikitpun dikaki gunung ini.
Lamat2 kuperhatikan gending itu semakin lama terdengar nyaring dan jelas ditelingaku, ternyata datangnya dari bawah antara hutan Bajangan dan Kalimati.
Dan diantara suara gending jawa yang mengalun itu lalu senyap kembali sunyi, tiba-tiba aku dikejutkan oleh derap langkah dan suara geremengan suara orang yang datangnya dari arah bawah jalur pendakian mengarah keatas dan makin lama semakin mendekat kearahku yang duduk bersila dibawah brak seng.
Salam rimba......
-------> Bersambung Episode X
Comments
Post a Comment