Sepertinya belum banyak yang kenal tentang Goa Maria Watu Tumpeng, Sebuah tempat doa baru yang terletak di pegunungan menoreh tepatnya di dusun yang saya tinggali yaitu Dusun Kapuhan. Kenapa di namakan Goa Maria Watu Tumpeng? Karena memang dekat dengan sebuah batu besar yang memang seperti tumpeng dan dari dulu masyarakat menyebutnya watu tumpeng. Setelah di bangun sebuah Gua Maria suasana di watu tumpeng tidak seperti dulu yang memang dianggap angker, setelah beberapa tahun tidak melewati watu tumpeng karena memang d tinggal merantau di surabaya kemarin pas mudik lewat sekalian memandang di sekelilingnya ternyata sungguh indah, coba kalau suatu saat nanti banyak yg datang berziarah ke sana seperti di Gua Maria Sendangsono, memang kalau sudah berziarah ke sendang sono harus berziarah juga di Gua Maria Watu Tumpeng di dusun kapuhan,... ( sekalian promosi...hehehehe )
Ada yang sudah tau sejarah Gua Maria Watu Tumpeng? Suatu ketika, dalam acara sarasehan bersama Romo Vincentius Kirjito
Pr, tentang pelestarian lingkungan hidup, yang dihubungkan dengan
peringatan 100 tahun Sendangsono, ada beberapa wakil umat dari Stasi
Kerug , Paroki Promasan, Sendangsono mengikuti sarasehan tersebut.
Dalam sarasehan tersebut muncullah gagasan romo kirjito, bahwa dalam
rangka peringatan 100 tahun sendang sono, dapat diciptakan sendangsono –
sendangsono ke dua, yang lebih dekat dengan umat wilayah kerug,
sehingga umat dapat semakin banyak kesempatan berdoa devosi kepada Bunda
Maria, tidak harus ke Sendangsono yang jauh tempatnya. Dan tempat itu
juga dapat digunakan untuk umum, tidak hanya khusus untuk orang katolik
saja, sebagaimana dahulu Sendangsono memiliki kekuatan magis karena
keheningan yang didukung oleh kekuatan alam itu, kalau mungkin tempat
ziarah yang tidak hanya untuk orang katolik. Bapak Purwosutirto dan Bapak Mateus Sutarjo yang ikut dalam sarasehan tersebut mencoba untuk mencari tempat di kawasan Pegunungan Menoreh yang masih sangat banyak tempat-tempat yang ‘angker’, di-kramat-kan, diistimewakan sebagai tempat bertapa; tempat dimana manusia bisa berjumpa dengan alam gaib yang tidak bisa dirasakan oleh panca indera manusia.
Sejak dulu watu tumpeng dikenal sebagai tempat yang di-kramat-kan, diyakini sebagai istana jin, tempat bersemayamnya para penguasa alam gaib. Sangat masuk akal karena tempat ini tidak jauh dari tempat-tempat bertapa, seperti Gunung Gondo, Gunung Suralaya, Gunung Pungangan, Tegal Kepanasan, dan Pertapaan Indrokilo; tempat-tempat yang dalam pewayangan atau seni pedalangan dikenal sebagai Kahayangan, tempat bertahtanya para dewa. Tempat-tempat seperti itu ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai agama setiap tanggal 1 Suro, tahun baru penanggalan Jawa. Di tempat itulah pusaka atau benda-benda keramat dimandikan, disucikan dengan sebuah ritus Kejawen. Bahkan konon katanya seorang dalang, pementas seni pewayangan, kalau mau jadi dalang terkenal harus bertapa di tempat-tempat tersebut.
Menurut penuturan Bapak Dawud Suwidiyono sebagaimana diceritakan oleh nenek moyang penghuni pertama di desa kapuhan ini, konon mahluk gaib yang menghuni Watu Tumpeng dan Sendangsono itu adalah suami istri. Ki Badut Brewok adalah mahluk gaib penghuni Sendangsono sedangkan Nyi Rantam Sari istrinya adalah penghuni Watu Tumpeng. Bahwa Nyi Rantam Sari adalah penghuni Watu Tumpeng sangat masuk akal karena waktu Patung Bunda Maria mau di tahtakan di batu tersebut ada semacam keraguan, sehingga Bapak Dawud Suwidiyono melalui kebatinan yang dimilikinya mencoba berkomunikasi dengan mahluk gaib penghuni batu tersebut, ternyata benar bahwa Bunda Maria tidak boleh ditahtakan di batu tersebut, tetapi di samping batu. Bapak Dawud Suwidiyono menuturkan juga bahwa Nyi Rantam Sari mengijinkan tempat tersebut dijadikan sebagai tempat ziarah, tempat doa, tempat setiap orang beriman menyatakan imannya masing – masing.
Akhirnya Watu Tumpeng disetujui oleh Romo Vincentius Kirdjito untuk dijadikan sebagai tempat ziarah, atau tempat doa seperti yang dimaksudkan di atas. Bapak Dawud Suwidiyono selaku pemilik tanah mengijinkan tanahnya untuk dijadikan sebagai tempat pezirahan tersebut. Atas restu dan dukungan Pastor Paroki, umat katolik wilayah Kerug bergotong-royong membersihkan tempat tersebut agar layak untuk dijadikan sebagai tempat berdoa. Pastor Paroki memberikan patung Bunda Maria untuk dipasang ditempat tersebut.
Pada tanggal 9 Januari 2005 dibukalah secara resmi sebagai tempat ziarah dan diberkati dalam sebuah upacara adat Jawa dan Misa Konsebrasi yang dipimpin Romo Vincentius Kirdjito Pr bersama Romo Issri Purnomo Pr (Pastor Paroki Promasan), Romo Wiratno Pr (Pastor Pembantu Paroki Promasan), Romo Agustinus Suyatno Pr (Kesukupan Bogor, putra asal daerah tersebut ).
Dinas Pariwisata Pemerintah Daerah Kabupaten beberapa waktu yang lalu sempat berkunjung ke kawasan bukit menoreh, termasuk berkunjung ke Watu Tumpeng. Dinas Pariwisata mengusulkan kawasan ini sebagai Kampung Wisata dan Budaya. Sudah sejak dahulu kala kediaman Bapak Dawud Suwidiyono dijadikan sebagai tempat pentas seni tradisional Jawa, seperti Klonengan, Wayang Kulit, Ketoprak, Jathilan dan Slawatan. Bahkan Seni Slawatan sekarang dijadikan sebagai kegiatan rutin setiap malam Jumat Kliwon di pelataran Gua Maria setelah selesai Perayaan Ekaristi.
Dusun Kapuhan sendiri yang terletak di Kelurahan Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang adalah satu-satunya dusun yang penduduknya 95% beragama Katolik dibandingkan dengan dusun – dusun lain kawasan pegunungan menoreh. Atas dukungan dari seluruh umat Stasi Kerug, Paroki Promasan Sendangsono serta kesepakatan seluruh umat Katolik Stasi Kerug bahwa tempat ini akan dijadikan sebagai kawasan Wisata Rohani; tempat ziarah, doa, dan pembangunan iman umat Katolik sekitarnya maupun umat katolik dari manapun yang berziarah ke tempat ini. Syukur apabila dimasa mendatang bisa menjadi tempat Wisata Rohani juga bagi umat beragama lain sehingga kebersamaan, kerukunan antar umat beragama tetap terjalin baik sebagaimana yang terjadi saat ini. Sebagai awal dari rencana pengembangan rohani umat Katolik, umat Stasi Kerug merencanakan membangun Gua Maria, Kapel, Sakristi, Aula, Jalan Salib dan sarana-prasarana doa lainnya di lokasi Watu Tumpeng seluas kurang lebih 1000 meter persegi ini.
Itulah cerita singkatnya kenapa ada Gua Maria di desa kapuhan, sebagai warga asli sana pastinya saya sangat bangga sehingga nilai-nilai rohani tidak semakin luntur oleh perkembangan jaman tetapi semakin besar keyakinan kepada sang pencipta.
Untuk melihat foto-fotonya bisa di buka di HALAMAN INI
Comments
Post a Comment