Setelah cukup beristirahat sambil menikmati pemandangan alam gunung Bromo yang termasuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, kami bertiga melanjutkan perjalanan lagi menuju Ranupani.
Medan jalur ke Ranupani waktu itu masih merupakan tanah makadam sama dengan selepas desa Ngadas, Jemplang dan Bantengan. Menjelang sore tibalah kami di desa Ranupani.
Memasuki kawasan desa Ranupani suasana sangat sepi, para penduduk kebanyakan berdiam diri didalam rumah mereka masing2 udara semakin sejuk, sesekali kami bertemu dan menyapa penduduk yang berpapasan dijalan tanah makadam dan didepan rumah mereka. Ciri khas penduduk Ranipani waktu itu selalu memakai sarung yang dikemulkan ditubuhnya baik anak2 remaja dan para orang tua. Bangunan rumah penduduk Ranupani waktu itu masih berdinding papan berlantai tanah dan beratap jerami. Hampir tidak ada bangunan tembok apalagi jendela kaca seperti sekarang ini.
Sore itu sampailah kami diujung batas desa dimana terletak danau/Ranupi berada dan nama danau itu diabadikan menjadi nama desa tersebut. Sepi sekali udara terasa semakin sejuk kabut tipis melayab dari atas bukit yang mengitari desa, menebar diatas tanah makadam dan diatas air danau yang bening dan debit airnya masih tinggi waktu itu.
Suasana sangat sepi saat langkah kami memasuki halaman Pos jaga, tidak ada seorangpun petugas yang ada disitu yang bisa kami temui untuk laporan maksud dan tujuan kedatangan kami bertiga. Waktu itu Pos jaga masih berupa bangunan papan dan bercat hijau dengan ukuran 1.5 x 1.5 m diatas pintu tertulis PPH bercat kuning. Disebelah kanan Pos, kami melihat bangunan rumah yang cukup besar juga dari papan.
Disitulah untuk pertamakalinya kami bertemu petugas jaga tersebut dan bapak Tumari serta mak Yem, yang menempati rumah itu dan akhirnya menjadi bapak dan ibu angkat saya. Sedangkan petugas Pos Ranupani yang masih kuingat namanya sampai saat ini bernama GB Marudud Pangabean, hingga menjadi akrab karena setiap saya datang ke Ranupani selalu ngopi dan mengobrol berdua selain sama bapak Tumari dan mak Yem.
Dan yang saya tahu ia masih keponakan pak Sitompul petugas Perhutani Pos Perijinan Tretes waktu itu.
Setelah laporan dan ngobrol secukupnya sambil ngopi yang dibikinkan oleh mak Yem.., maksud dan tujuan kami ke Ranupani mau mendaki ke Semeru. Dan kami sedikit banyak dapat wejangan dari bapak Tumari saat itu bila besok mendaki ke Semeru.
Hari sudah menjelang sore matahari condong kearah barat dan tenggelam keperaduannya. Kami pamit kepada bapak dan mak Yem, serta Gb Marudud untuk beristirahat dan bermalam di pondok pendaki diatas bukit, bangunannya masih sederhana berupa papan dan tanpa penerangan listrik.
Selanjutnya kami membongkar logistick dan peralatan untuk memasak dan makan sebelum datangnya malam.
--------> Lanjut Episode IV
Medan jalur ke Ranupani waktu itu masih merupakan tanah makadam sama dengan selepas desa Ngadas, Jemplang dan Bantengan. Menjelang sore tibalah kami di desa Ranupani.
Memasuki kawasan desa Ranupani suasana sangat sepi, para penduduk kebanyakan berdiam diri didalam rumah mereka masing2 udara semakin sejuk, sesekali kami bertemu dan menyapa penduduk yang berpapasan dijalan tanah makadam dan didepan rumah mereka. Ciri khas penduduk Ranipani waktu itu selalu memakai sarung yang dikemulkan ditubuhnya baik anak2 remaja dan para orang tua. Bangunan rumah penduduk Ranupani waktu itu masih berdinding papan berlantai tanah dan beratap jerami. Hampir tidak ada bangunan tembok apalagi jendela kaca seperti sekarang ini.
Sore itu sampailah kami diujung batas desa dimana terletak danau/Ranupi berada dan nama danau itu diabadikan menjadi nama desa tersebut. Sepi sekali udara terasa semakin sejuk kabut tipis melayab dari atas bukit yang mengitari desa, menebar diatas tanah makadam dan diatas air danau yang bening dan debit airnya masih tinggi waktu itu.
Suasana sangat sepi saat langkah kami memasuki halaman Pos jaga, tidak ada seorangpun petugas yang ada disitu yang bisa kami temui untuk laporan maksud dan tujuan kedatangan kami bertiga. Waktu itu Pos jaga masih berupa bangunan papan dan bercat hijau dengan ukuran 1.5 x 1.5 m diatas pintu tertulis PPH bercat kuning. Disebelah kanan Pos, kami melihat bangunan rumah yang cukup besar juga dari papan.
Disitulah untuk pertamakalinya kami bertemu petugas jaga tersebut dan bapak Tumari serta mak Yem, yang menempati rumah itu dan akhirnya menjadi bapak dan ibu angkat saya. Sedangkan petugas Pos Ranupani yang masih kuingat namanya sampai saat ini bernama GB Marudud Pangabean, hingga menjadi akrab karena setiap saya datang ke Ranupani selalu ngopi dan mengobrol berdua selain sama bapak Tumari dan mak Yem.
Dan yang saya tahu ia masih keponakan pak Sitompul petugas Perhutani Pos Perijinan Tretes waktu itu.
Setelah laporan dan ngobrol secukupnya sambil ngopi yang dibikinkan oleh mak Yem.., maksud dan tujuan kami ke Ranupani mau mendaki ke Semeru. Dan kami sedikit banyak dapat wejangan dari bapak Tumari saat itu bila besok mendaki ke Semeru.
Hari sudah menjelang sore matahari condong kearah barat dan tenggelam keperaduannya. Kami pamit kepada bapak dan mak Yem, serta Gb Marudud untuk beristirahat dan bermalam di pondok pendaki diatas bukit, bangunannya masih sederhana berupa papan dan tanpa penerangan listrik.
Selanjutnya kami membongkar logistick dan peralatan untuk memasak dan makan sebelum datangnya malam.
--------> Lanjut Episode IV
Comments
Post a Comment