Tiga hari sebelum keberangkatan kami rencana mendaki Semeru,
saya bilang dan sekaligus minta ijin ke ibu saya yang sekarang sudah (almarhum).
Betapa terkejut beliau mendengar niat saya yang mau mendaki Semeru, karena disamping waktu itu saya masih remaja dan baru berumur enam belas tahun dan belum pernah ke Semeru apalagi mendaki gunung....' beliau tahunya saya hanya ijin camping.
Dengan bijaksana dan tutur kata yang lembut, akhirnya beliau mengijinkan saya mendaki Semeru
dengan syarat harus kembali pulang dengan selamat apapun yang terjadi disana nanti saat mendaki Semeru.
Lalu beliau kemudian bercerita panjang lebar tentang Semeru dan hutannya. Gunung yang sangat berbahaya untuk didaki, hutannya Jalmo Moro Jalmo Mati, siapapun yang mencoba masuk ke hutan Semeru akan tersesat, hilang tidak bisa kembali dan pasti akan mati.
Tapi saya meyakinkan beliau bahwa saya akan baik2 saja bersama teman sekampung yang bernama Gondo Sukardi & Bonong Wuliyono (sampai saat ini masih sehat keadaannya).
Saya faham kenapa ibu saya waktu itu sangat kawatir disaat saya minta ijin mau mendaki ke Semeru....' karena beliau lahir dan dibesarkan di sebuah desa lereng Semeru meskipun cukup jauh jaraknya.
Legenda hutan Jalmo Moro Jalmo Mati, yang sudah tersiar turun temurun dikalangan penduduk lereng Semeru tidak asing lagi sampai saat ini. Karena itulah yang membuat beliau sangat mengkawatirkan saya nantinya bisa tersesat dan hilang bila masuk hutan Semeru.
Menjelang keberangkatan kami bertiga pamit, beliau dengan tatapan teduh mengusap kepala dan rambut sambil berucap "hati2 dijalan disaat kamu ditengah hutan harus waspada dan hati2 apapun yang terjadi disana kamu harus kembali pulang bersama teman2mu dengan selamat"
Masih terngiang ucapan beliau puluhan tahun lalu sampai saat ini ketika untuk pertama kalinya saya mendaki ke Semeru.....*)
Suasana tenang dan sunyi keindahan pemandangan alam Ranu Kumbolo sungguh eksotick, ditengah hutan rimba nan sunyi jauh dari perkampungan penduduk terhampar elok danau yang luas jernih, bening dan sejuk airnya dengan luas +- 750 m persegi.
Sesekali pernah kulihat sepasang Kidang & Harimau turun dari punggungan bukit untuk minum airnya. Menengok kebelakang sebelah kanan tanjakan bukit memanjang mengikuti alur contur punggungan terjal dan dibaliknya lembah membentang luas di bawahnya. Kearah itulah jalur pendakian yang sekarang terkenal dengan nama tanjakan cinta.
Masih di Ranu Kumbolo kami bertiga beristirahat dan bermalam disana, suasana sunyi, hening dan senyap, kemilau air bak cermin raksasa memantul karena cahaya bulan dan bintang dilangit terang. Gerombolan burung Belibis bertengger dipinggir danau, sesekali berenang berbaris dan beriringan ketengah menyibak lembut tenangnya air danau Ranu Kumbolo.
Malam semakin larut cahaya bulan kadang meredup karena tertutup awan, sunyi senyap suasana malam makin mencekam ditambah dinginnya udara malam serasa menusuk tembus ketulang tubuh menggigil dan lelah.
Kami terlelap dalam tidur di brakseng (bangunan pondok) saat itu berselimutkan malam yang semakin dingin mencekan.
Tengah malam dalam suasana sunyi dan udara dingin mencekam aku terjaga dalam tidur karena merasa terusik sayup2 mendengar suara senandung yang datangnya dari luar pondok. Karena rasa penasaran suara siapakah itu lamat2 kadang terdengar lirih, karena rasa penasaran dengan malas aku bangkit dan melongok keluar pondok dengan perasaan merinding dan rasa penasaran kuberanikan diri keluar dari pondok untuk mencari darimana datangnya senandung merdu itu, yang lamat2 suaranya terdengar memilukan ditelingaku.
Kuedarkan pandanganku disekitaran danau samar2 kulihat seorang wanita berambut panjang sedang duduk bertengger diatas pohon tumbang dipinggir danau memakai pakaian putih yang ujung kainnya sampai jatuh menyentuh air danau, kakinya menggantung dan sesekali diayun .....
-------> Bersambung Episode VI
saya bilang dan sekaligus minta ijin ke ibu saya yang sekarang sudah (almarhum).
Betapa terkejut beliau mendengar niat saya yang mau mendaki Semeru, karena disamping waktu itu saya masih remaja dan baru berumur enam belas tahun dan belum pernah ke Semeru apalagi mendaki gunung....' beliau tahunya saya hanya ijin camping.
Dengan bijaksana dan tutur kata yang lembut, akhirnya beliau mengijinkan saya mendaki Semeru
dengan syarat harus kembali pulang dengan selamat apapun yang terjadi disana nanti saat mendaki Semeru.
Lalu beliau kemudian bercerita panjang lebar tentang Semeru dan hutannya. Gunung yang sangat berbahaya untuk didaki, hutannya Jalmo Moro Jalmo Mati, siapapun yang mencoba masuk ke hutan Semeru akan tersesat, hilang tidak bisa kembali dan pasti akan mati.
Tapi saya meyakinkan beliau bahwa saya akan baik2 saja bersama teman sekampung yang bernama Gondo Sukardi & Bonong Wuliyono (sampai saat ini masih sehat keadaannya).
Saya faham kenapa ibu saya waktu itu sangat kawatir disaat saya minta ijin mau mendaki ke Semeru....' karena beliau lahir dan dibesarkan di sebuah desa lereng Semeru meskipun cukup jauh jaraknya.
Legenda hutan Jalmo Moro Jalmo Mati, yang sudah tersiar turun temurun dikalangan penduduk lereng Semeru tidak asing lagi sampai saat ini. Karena itulah yang membuat beliau sangat mengkawatirkan saya nantinya bisa tersesat dan hilang bila masuk hutan Semeru.
Menjelang keberangkatan kami bertiga pamit, beliau dengan tatapan teduh mengusap kepala dan rambut sambil berucap "hati2 dijalan disaat kamu ditengah hutan harus waspada dan hati2 apapun yang terjadi disana kamu harus kembali pulang bersama teman2mu dengan selamat"
Masih terngiang ucapan beliau puluhan tahun lalu sampai saat ini ketika untuk pertama kalinya saya mendaki ke Semeru.....*)
Suasana tenang dan sunyi keindahan pemandangan alam Ranu Kumbolo sungguh eksotick, ditengah hutan rimba nan sunyi jauh dari perkampungan penduduk terhampar elok danau yang luas jernih, bening dan sejuk airnya dengan luas +- 750 m persegi.
Sesekali pernah kulihat sepasang Kidang & Harimau turun dari punggungan bukit untuk minum airnya. Menengok kebelakang sebelah kanan tanjakan bukit memanjang mengikuti alur contur punggungan terjal dan dibaliknya lembah membentang luas di bawahnya. Kearah itulah jalur pendakian yang sekarang terkenal dengan nama tanjakan cinta.
Masih di Ranu Kumbolo kami bertiga beristirahat dan bermalam disana, suasana sunyi, hening dan senyap, kemilau air bak cermin raksasa memantul karena cahaya bulan dan bintang dilangit terang. Gerombolan burung Belibis bertengger dipinggir danau, sesekali berenang berbaris dan beriringan ketengah menyibak lembut tenangnya air danau Ranu Kumbolo.
Malam semakin larut cahaya bulan kadang meredup karena tertutup awan, sunyi senyap suasana malam makin mencekam ditambah dinginnya udara malam serasa menusuk tembus ketulang tubuh menggigil dan lelah.
Kami terlelap dalam tidur di brakseng (bangunan pondok) saat itu berselimutkan malam yang semakin dingin mencekan.
Tengah malam dalam suasana sunyi dan udara dingin mencekam aku terjaga dalam tidur karena merasa terusik sayup2 mendengar suara senandung yang datangnya dari luar pondok. Karena rasa penasaran suara siapakah itu lamat2 kadang terdengar lirih, karena rasa penasaran dengan malas aku bangkit dan melongok keluar pondok dengan perasaan merinding dan rasa penasaran kuberanikan diri keluar dari pondok untuk mencari darimana datangnya senandung merdu itu, yang lamat2 suaranya terdengar memilukan ditelingaku.
Kuedarkan pandanganku disekitaran danau samar2 kulihat seorang wanita berambut panjang sedang duduk bertengger diatas pohon tumbang dipinggir danau memakai pakaian putih yang ujung kainnya sampai jatuh menyentuh air danau, kakinya menggantung dan sesekali diayun .....
-------> Bersambung Episode VI
Comments
Post a Comment